Sajak di penghujung tahun


Andai Mata Air tak Bermuara
Oleh: Murtinah humaira

Muara yang menangisi mata air, Sejauh itu ia mengalir bersama derasnya air. Muara yang mengangisi suramnya, Sebening itu ketika ia menjadi dulu.

Ditatapnya langit yang penuh pelita silih bergantung, dan indahnya bintang yang saling berpijar, isyarat penuh cita disana.

Sesekali langit melemparkan senyum kepada muara, dan mencoba mengingatkan apa yang dulu muara gantungkan di atap langit itu.

Belum usai langit itu melemparkan senyum, muara memekik hujan yang mengguyur sekujur tubuhnya. Hampir saja suram terbilas olehnya.

Muara  menyadari ia hanya penghujung. Ujung yang tertimbun limbah peradaban manusia yg tak beradab.

Namun, Di bilik kecil yang mengembun itu. Hanya Tersisa gelap berkabut memenjarakan setetes bening yang suram. Ia hanya terdiam. Entah kepada burung elang yang melintasi hamparan pepohonan rimbun  untuk ia mengadu, atau kepada api yang melintasi ribuan tangis yang tiada berujung.

Entahlah

Sajak di bulan Desember
Cilegon, 10 Desember 2019

Comments

Post a Comment