wantah, pengukir jalan berbatu
www.google.com
Cerita Pendek
oleh: Murti
oleh: Murti
Tepat
diusianya 5 tahun, ia berjalan terseok-seok dengan sendal jepit
yang mulai mengelupas di seluruh permukaannya. Sebut saja ia wantah. ia seperti
linglung dengan keadaan yang mendera hidupnya. Bahkan ia tak tau
bagaimana indahnya bermain dan duduk dibangku sekolah bersama anak2 seusianya. Wantah hanya
mampu menatap mata kosong ketika teman sebayanya berceloteh riang sepulah
sekolah dengan seragam taman kanak-kanaknya. Tak ada hal lain selain wantah harus
memalingkan wajah dan melanjutkan untuk mendorong roda empat berbahan kayu itu.
Ya begitulah kira-kira kesehariannya yang mencekik dera.
"Hey
wantah.. bocah pemulung. Nih ambil sampah kita haha" sahut toni dan the
genk mempermainkan wantah. Sampah botol itu toni lempar hingga mengenai
mukanya. Tak ada perlawanan.. tubuhnya hanya terkujur kaku dengan hati
penuh luka tersayat yang amat dalam. Mata wantah begitu perih menahan
cairan garam yang hendak mendobrak pelupuk matanya.
"Ibu..
wantah malu jadi pemulung.. wantah malu terlahir dari keluarga pemulung"
Seketika wantah tumpah di hadapan ibunya yang sedang terbaring
lemah di atas dipan yang hampir saja keropos karna dimakan rayap. ia menangis
sejadi2nya. "Aku malu jika harus terus2an menjadi bahan ejekan toni dan
kawan2 bu"
Ibu yang
mendengar keluh dan tangisnya. Menoleh kearah wantah dan seketika
memeluknya erat. Seraya berkata:
"Anaku..
sebelum ayahmu meninggalkan kita. Beliaulah yang memberi namamu wantah. Bukan
nama yang tak memiliki arti. Wantah berarti wanita tangguh.
Sehingganya patutlah kamu menjadi anak yang kuat. Kamu adalah wanita tangguh
ibu dan ayah. Bersabarlah atas cercaan siapapun. Lebih baik engkau dianggap
hina karna seorang pemulung, dari pada engkau menghinakan mereka yang
Pencipatanya saja tidak menghinakannya. Terus berjalanlah walau jalan yang
kamu lalui amatlah perih, selagi engkau tidak merugikan mereka dan engkau
anakku berjalan diatas kebenaran. Berjalanlah anakku.. berjalan tanpa engkau
harus menoleh dan menyesali apa yang telah engkau pikul"
Begitulah
wantah.. pengukir jalan berbatu penuh duri. Biarkan ia yang melewati
jalan ini. Tidak mereka yang dengan mudahnya tertawa dan mentertawakan.
***
Mudahnya
bagi waktu untuk melaju.. menyeret bocah kecil itu yang masih
tertatih-tatih dengan suatu keadaan. Di tahun ini usianya yang tepat 7
tahun. Saatnya anak-anak seusianya memasuki bangku sekolah dasar. wantah kembali
kepada ibunya yang masih terbaring dengan kelumpuhannya. dengan wajah yang
memucat, ia mengadukan semua keinginannya agar bisa seperti teman-teman
seusianya yang dapat bersekolah.
Namun
tetaplah semua itu hanyalah suatu kemustahilan. Menduduki
bangku sekolah hanya menjadi angan melangit yang tak pernah membumi. Lagi-lagi wantah harus
bekerja untuk hidup dan kesembuhan ibunya.
Dorong..
dorong..
wantah kembali
mendorong roda empat berbahan kayu itu, seperti biasanya wantah menjelajahi
rumah-rumah yang ada di komplek perumahan dekat rumahnya. ia memungut
sampah-sampah botol plastik. Termasuk juga sampah plastik bekas detergent
yang banyak menjadi limbah rumah tangga.
sejak
penyakit ibunya semakin parah, ia bersih keras memutar otak untuk bisa
mencukupi biaya berobat ibu. Sehingga sejak saat itu ia tidak hanya memulung
sampah dan menjualnya ke pengepul sampah. Namun memulai untuk menjadikan sampah
yang wantah kumpulkan menjadi bahan yang lebih bernilai. Mulailah ia menyulap
sampah-sampah yang ia kumpulkan menjadi berbagai kerajinan seperti dompet, tas,
vas bunga, gantungan kunci dan kotak pensil.
Tanpa
rasa malu, wantah menjual semua itu di sekolah dasar tempat toni dan
kawan-kawan bersekolah. Wantah menggelar alas berbahan plastik untuk menjual
benda-benda hasil kerajinannya. Hampir semua anak-anak yang menyukai
kerajinan buatannya. Termasuk toni dan kawan-kawan. guru-guru disana
juga menyambut baik hasil kerajinan wantah.
Tiba-tiba Datang seorang
ibu-ibu mendekati wantah dan melihat-lihat hasil kerajinannya..
“wadah
pensilnya bagus. Ini hasil daur ulang sampah ya? Kamu yang buat sendiri?”
Wantah mengangguk
dan tersenyum, kemudian ia menceritakan dengan amat antusias
kepada ibu tersebut bagaimana cara ia mengumpulkan hingga
memjadikannya sebagai kerajinan. Setelah mengobrol panjang ternyata ibu itu adalah
kepala dinas lingkungkungan hidup di kota ini. Beliau tertarik
dengan jalan hidup bocah kecil tersebut. Dan menawarkan untuk menjadikannya
sebagai duta lingkungan hidup dan menawari sebuah beasiswa untuk wantah dapat bersekolah.
mendengar berita baik itu sepertinya langit menyediakan pelangi.. dan memerintahkan kepada angin agar wantah dapat terbang mengelilingi semesta dengannya..
"aah.. seprtinya ibu juga akan sangat senang mendengar berita baik ini" gumam wantah
"aah.. seprtinya ibu juga akan sangat senang mendengar berita baik ini" gumam wantah
Tuhan
maha adil..
Ia akan
membayar segala usaha dengan seadil-adilnya
Membayar
segla pahit dengan manis
Membayar
seluruh tangis dengan senyum termanis
Membayar
sebuah kesabaran dengan kesuksesan
Ingatlah
bahwa tidak ada pekerjaan halal yang Allah hinakan. Semesta tidak pernah
mengutuk dari siapa kamu terlahir dan dibesarkan. Namun semesta sangat
menghargai bagaimana kamu memperjuangkan hidup. Tidak menyia-nyiakan waktu dan
bermalas-malas dengan kenikmatan hidup yang membuat kamu terlena, itu lebih
dihargai.
Penaklukan
Puncak tertinggi pun tidak dimulai dari puncak itu sendiri namun di mulai dari
kaki gunung dengan perjalanan pendakian yang amat melelahkan. Pun dengan
Kesuksesan, tidak dimulai dengan kebahagiaan.. namun dimulai cucuran keringat
dan air mata.
Kisah inspiratif anak
Comments
Post a Comment